Visit Website Ninersoffer

Popularitas Gatot Pasca Demo 4 November

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mendadak menjadi buah bibir di berbagai media masa pasca demo 4 November. Hal ini berawal dari adanya himbauan resmi Panglima kepada jajarannya untuk menyaksikan acara Indonesia Lawyer Club (ILC) di salah satu statiun tv swasta yang berjudul “Setelah 411” beredar luas di masyarakat. Dalam acara tersebut, Pak Gatot merupakan salah satu dari sekian narasumber diskusi “Setelah 411” (8/11/2016).
Ilustrasi: Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo
Surat edaran tersebut dinilai berhasil memancing rasa keingintahuan publik untuk turut menyaksikan perhelatan diskusi “Setelah 411”. Pernyataan Pak Gatot pada acara diskusi disebut-sebut semakin mendongkrak popularitas, setelah sebelumnya tampi sebagai “pembela umat Islam” di acara Mata Najwa. Pernyataan Pak Gatot yang paling disoroti publik, ialah ungkapan apresiasinya terhadap para peserta demo yang dapat  berjalan tertib meski dengan jumlah massa yang besar. Sesama muslim, beliau merasa bangga melihat kepatuhan para pendemo terhadap para pemimpin-pemimpinnya. Sedangkan provokotar dari aksi kericuhan saat demo ialah pihak lain, dan bukan berasal dari peserta demo yang dipimpin para ulama.
Sontak timbul pro dan kontra atas pernyataan yang terlontar dari seorang Panglima TNI tersebut. Pernyataan Pak Gatot tampak berbeda pandangan dengan apa yang telah disampaikan oleh Kapolri Tito Karnavian sebelumnya. Sesaat setelah aksi 411, Pak Tito menyampaikan bahwa aksi kerusuhan diprovokatori oleh demonstran yang berasal dari kelompok Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Hal inilah dianggap sebagian pihak bahwa koordinasi di antara para petinggi lembaga keamanan di negeri ini tak berjalan dengan baik. 
Perlu dipahami bersama bahwa hal yang menyangkut ranah kamtibnas (keamanan dan ketertiban nasional) merupakan ranah tupoksi Polri, sehingga wajar jika Polri lebih berhak dan dapat mengeluarkan pernyataan terkait siapa indikasi pelaku penyebab disabilitas kamtibnas.
Bersamaan dengan hal itu, turut juga berkembang pandangan bahwa adanya “sikap keberpihakan” Pak Gatot kepada para demonstran. Ironis memang. Padahal sikap saling menghargai sejatinya ialah hal wajar dan sah dilakukan dalam suatu hubungan antar sesama manusia, ditambah lagi aksi demonstrasi bukan merupakan perbuatan melanggar hukum. Oleh karena itu, sangatlah keliru jikalau menganggap hal tersebut sebagai sikap keberpihakan seorang Panglima TNI terhadap para pendemo, apalagi sampai turut memaklumi terjadinya insiden kericuhan pada waktu malam demo 411. 
Sementara itu, sebagian kalangan terutama umat muslim di Idnonesia menyambut positif atas pernyataan yang terlontar dari Pak Gatot dalam acara tersebut. Bahkan pujianpun datang silih berganti tanpa henti kepada sang Panglima.
Adapun pernyataan lainnya yang turut diutarakan, yaitu umat muslim ialah benteng terakhir demokrasi Indonesia, semakin melesatkan popularitas beliau. Oleh karenanya, sah-sah saja jika banyak kalangan umat muslim Indonesia mencitrakan beliau sebagai sosok pejabat muslim pembela kebenaran. 
Tak berhenti sampai di situ, belakangan ini berkembang rumor berupa dukungan kepada Pak Gatot untuk bersanding dengan Prabowo Subianto maju dalam pertarungan Pilpres tahun 2019 mendatang. Sosok orang nomor 1 di lembaga TNI saat ini, dinilai sebagai tokoh bangsa yang selama ini dinanti-nanti rakyat.
Indonesia sebagai negara dengan mayoritas warga negara beragama Islam, tentu selalu mendambakan sosok pemimpin yang sejalan, seakidah sekaligus sebagai pemersatu bangsa. Meski tiada satupun dalam sejarah pemimpin Indonesia (Presiden dan Wakil Presiden) yang beragama non Islam. Hal ini merupakan imbas dari kian langkahnya tokoh nasional yang memiliki kriteria ke-negarawan di Indonesia. Di negera yang memiliki penduduk lebih dari 24 juta jiwa dilanda kebingungan untuk menentukan sosok panutan yang bersedia menjadi simbol pemersatu dan pengerat berbagai pemangku kepentingan bangsa Indonesia. Akan tetapi, jika semua elemen bangsa sepakat untuk bersatu, krisis tokoh tentu takkan berpengaruh signifikan apalagi sampai memecah belah persatuan dan kesatuan Negara Indonesia. Kalau bukan sekarang kapan lagi?


Share on Google Plus

About KasatMata

0 komentar:

Posting Komentar